HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Penularan HIV cukup identik dengan perilaku seks yang tidak aman, seperti sering berganti-ganti pasangan seksual, melakukan hubungan seks tanpa kondom, juga dapat menular melalui pemakaian jarum suntik secara bersama, misalnya penyalahgunaan NAPZA melalui jarum suntik atau tato.
Lantas, bisakah anak di bawah umur terinfeksi HIV?
Bila mengacu pada data Kementrian Kesehatan, bahwa sejak tahun 2010 hingga tahun 2022 tercatat ada sekitar 12.553 anak yang terinfeksi HIV dengan usia di bawah 14 tahun. Bahkan, kasus anak yang terinfeksi HIV dengan usia di bawah 4 tahun mencapai angka 4.764 anak.
Lalu, apa yang menjadi penyebab anak di bawah umur terinfeksi HIV?
Memang, penularan HIV cukup identik dengan perilaku seks yang tidak aman, seperti sering berganti-ganti pasangan seksual, melakukan hubungan seks tanpa kondom, juga dapat menular melalui pemakaian jarum suntik secara bersama, misalnya penyalahgunaan NAPZA melalui jarum suntik atau tato. Sehingga dirasa mustahil bila anak di bawah umur terinfeksi HIV akibat melakukan hal-hal seperti yang telah disebutkan.
Ada beberapa penyebab anak terinfeksi HIV:
1. Tertular dari ibu yang terinfeksi HIV
Penularan virus HIV yang paling umum dialami oleh anak di bawah umur adalah mother-to-child transmission atau penularan melalui ibu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa wanita hamil yang HIV-positif memiliki risiko 15-45% untuk menularkan virus ke janin melalui tali pusat. Kemudian, menurut Yayasan non profit Pediatric AIDS Foundation, lebih dari 90% infeksi HIV pada bayi dan anak-anak terjadi selama kehamilan. Wanita yang terinfeksi HIV sebelum atau selama kehamilan dapat menginfeksi anak-anak dalam kandungan dengan virus.
Tak hanya itu, potensi penularan HIV dari ibu ke Anak juga dapat terjadi bila bayi di dalam kandungan terpapar darah, cairan ketuban pecah, cairan vagina dan cairan tubuh ibu lainnya yang mengandung virus HIV selama proses melahirkan. Disisi lain, HIV juga dapat menular saat proses menyusui, karena virus HIV dapat terkandung dalam ASI. Oleh sebab itu, dokter akan mencegah penderita HIV untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
2. Melalui transfusi darah
Walaupun saat ini penularan HIV melalui praktek donor darah tergolong langka dan sangat bisa dihindari, karena prosedur dalam proses donor darah sudah diperketat sejak beberapa dekade terakhir. Namun, di negara-negara dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, anak-anak rentan terinfeksi HIV dari praktik donor darah, baik menerima darah dari orang yang positif HIV hingga menggunakan jarum tidak steril.
3. Tertular dari jarum yang telah terkontaminasi
Ternyata penularan HIV melalui jarum tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, namun juga dapat terjadi pada anak-anak. Penularan HIV pada anak melalui jarum suntik terjadi ketika anak menggunakan jarum suntik yang telah terkontaminasi. Satu jarum bekas dapat menjadi mediator yang menginfeksi HIV kepada banyak anak yang berbeda. Darah yang tertinggal pada jarum suntik dan mengandung virus HIV dapat menularkan pemakai jarum selanjutnya melalui luka bekas suntikan. Hal ini disebabkan karena virus HIV dapat bertahan sekitar 42 hari pada jarum suntik setelah kontak pertama dengan pengguna pertama (positif HIV).
Menghindari diri dari virus HIV, serta melakukan pemeriksaan kesehatan sesegera mungkin jika merasakan gejala HIV merupakan hal yang penting untuk dilakukan guna mendapatkan penanganan sedini mungkin. Karena HIV yang terdeteksi sedini mungkin dapat menjadi salah satu cara dalam melindungi buah hati dari penularan HIV di masa mendatang. Download aplikasi IHC Telemed di App Store dan Google Play dan nikmati layanan konsultasi langsung dengan dokter IHC dimanapun dan kapanpun. IHC Telemed, sehat dalam genggaman.